Sunday, April 14, 2013
Posted by Unknown
No comments | 8:46 PM
Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Pelajar. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya pergaulan bebas mempunyai dampak yang sangat negatif dan bahkan dapat mengancurkan masa depan remaja yang tergabung didalamnya. Untuk itu, perlu kiranya kita semua mempelajari Dampak Pergaulan Bebas Bagi Kalangan Remaja.
Jika Anda belum tahu dampak apasaja yang ditimbulkan akibat pergaulan
bebas, silakan baca dan pelajari baik-baik artikel ini yang akan
mengupas tuntas masalah dampak negatif pergaulan bebas di kalangan pelajar atau remaja. Dan hal ini harus wajib diketahui oleh putra-putri kita agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13
tahun sampai dengan 18 tahun.
Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak,
namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka
sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering
dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan
yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa
depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar
lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung
kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk
didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang
perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras,
mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari pengaruh globalisasi.
Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga
banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak
cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang
menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak
jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling
berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka
sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja.
Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang
membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan
untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi
informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun
yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah
karena hamil.
Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan
tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran
bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan
tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan
dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung
selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang
sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar
pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat
pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian
agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan
mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin
meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak.
Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali
kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua
dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan
si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana.
Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian
sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk
menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi
dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat
anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah
dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan
masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini,
orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seks secara terbuka,
sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi
pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk
dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan
dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan
memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan
sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang
perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh
dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang
tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar
20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks.
Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke
jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum
baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius.
Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha
di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang
melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima
persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian
di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu
dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun
2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah
mencapai 29,9 persen.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata
berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus
juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja
erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta
kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat
ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan
remaja.
Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di
Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian
ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.Dari sisi kesehatan, perilaku
seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk
aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak
diinginkan.
Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas
anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah,
lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika
hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena
penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.S
ekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks
bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat
bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk
melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi bagi remaja
yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat.
Saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di
kalangan remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama
yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan
selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja
lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua
sendiri.Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu
bekal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan
pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di
kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ
reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit
menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini
bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas.
Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang tua
yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak
sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe jarum super”
alias jarang di rumah suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di
babby sitter. Udah gedean dikit di sekolahin di sekolah yang mahal tapi
miskin nilai-nilai agama.
Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’,
Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan
adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki.Belum lagi
tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya.
Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar
sekwilda”, alias sekitar wilayah dada; dan gambar bupati”, alias buka
paha tinggi-tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah
ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.
sumber : duniabaca.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment